PENDAHULUAN
Berinvestasi di pasar modal syariah merupakan
salah satu kegiatan muamalah yang sangat dianjurkan sebagai upaya untuk
mencapai tujuan keuangan di masa depan karena harta akan diinvestasikan pada
sektor riil agar menjadi lebih produktif, dan sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah sehingga memberikan ketenangan dan keyakinan atas
transaksi yang halal. Data yang dirilis oleh OJK menunjukan bahwa pada penghujung tahun 2016 market share produk syariah masih di bawah 5 % dari total aset
keuangan nasional, sedangkan jumlah efek saham syariah telah mencapai 55%
terhadap total saham di bursa efek Indonesia. Reksadana syariah merupakan
salah satu produk investasi yang selama 7 tahun terakhir telah berkembang pesat
dengan jumlah variasi produk di tahun 2010 sebanyak 48,
telah bertambah menjadi 181 per 31 Desember 2017. Nilai Aktiva Bersihnya (NAB)
meningkat 442% menjadi Rp 28.311,77 Miliar, namun market share-nya secara nasional masih relatif rendah yaitu 6,19%. Meskipun demikian pengembangan industri keuangan
syariah memiliki potensi besar, mengingat Indonesia merupakan negara dengan
populasi muslim terbesar di dunia.
Investor pada reksadana syariah memiliki setidaknya 3
keputusan penting yang dapat menjadi strategi agar imbal hasil yang diperoleh
lebih optimal, meskipun investasinya dimulai
dengan modal yang relatif kecil Rp 250.000, dan pengelolaan portofolionya telah
dilakukan secara profesional oleh Manager Investasi. Strategi yang
pertama ialah cara pengalokasian dana investasi, Buchdadi et al. (2008)
menyimpulkan dalam hasil penelitiannya bahwa strategi alokasi dana secara Cost Averaging (CA) memberikan pelunakan
risiko investasi dan memberikan hasil yang optimal pada investasi jangka
panjang, sedangkan untuk investasi 1 tahun strategi CA baik dilakukan pada
bulan Mei sampai September. Selanjutnya investor harus menentukan
waktu yang tepat (market timming)
untuk berinvestasi di pasar modal syariah. Bouman dan Jacobsen’s (2002)
membandingkan rata-rata imbal hasil bulanan saham di 37 negara, dan hasilnya menunjukkan bahwa rata-rata
imbal hasil pada musim dingin (Winter)
di periode bulan November-April lebih tinggi dibandingkan periode Mei-Oktober (Summer) pada tahun yang sama, strategi investasi
tersebut kemudian dinamakan dengan Halloween
Effect.
Reksadana syariah di penghujung tahun 2017 telah bertambah
jumlahnya menjadi 181 produk dengan berbagai jenis karakter risiko dan imbal
hasilnya masing-masing. Semakin banyak jumlah reksadana syariah maka akan
semakin sulit menentukan pilihan
produknya. Hal ini disebabkan tidak semua investor memiliki ketrampilan
yang memadai untuk menganalisis kinerja suatu reksadana. Oleh karena itu mereka
dapat memanfaatkan hasil analisis penilaian kinerja berupa Rating dari lembaga
riset Infovesta sebagai strategi untuk memilih produk reksadana syariah. Muller
dan Weber (2012) meneliti kemampuan meramal pemberian rating mengunakan
metodologi Stiftung Warentest, dan menyimpulkan
bahwa 1) Terdapat korelasi positif yang signifikan antara tingkat rating dengan
kinerja reksadana di masa depan pada pasar modal Jerman, 2) Kemampuan prediksi
dari rating tersebut tidak berlaku di semua pasar, mereka tidak menemukan
kemampuan prediksi rating pada pasar modal Amerika Utara. 3) Rating yang tinggi
akan memberikan kinerja reksadana yang berkisar di antara Indexnya, namun tidak secara signifikan melebihi
kinerja index tersebut.
TELAAH LITERATUR
Penelitian
tersebut menguji adanya anomali musiman yang terjadi pada efficient market hypothesis (EMH). Fenomena anomali di pasar
saham Indonesia juga dapat dilihat pada grafik 1 Infovesta Equity Fund Index di bawah ini yang merupakan rata-rata
dari kinerja seluruh reksadana saham periode tahun 2005–2015.
Bulan November umumnya rata-rata reksadana
saham cenderung melemah, dan di bulan Desember kembali meningkat dengan
probabilitas mencapai 100% artinya rata-rata reksadana saham selalu menunjukkan
imbal hasil positif baik
dalam kondisi market bullish ataupun bearish, dengan rata-rata imbal
hasil mecapai 3.48%. Adanya kecenderungan
kenaikan imbal hasil investasi
saham pada periode bulan November hingga April ini disebut dengan istilah Halloween Effect.
Studi
pengunaan rating morningstar untuk memprediksi kinerja reksadana menyimpulkan
bahwa rating yang rendah secara umum menunjukan kinerja yang kurang di masa
depan, di sisi lain data statistik menunjukan bahwa hanya sedikit sekali
reksadana dengan rating yang tinggi memberikan kinerja terbaik maupun di atas
rata-rata indexnya (Blake & Morey, 2000). Hasil ini diperkuat oleh penelitian Philip
dan Kinniry (2010), mereka menyimpulkan bahwa sistem rating sangat bagus untuk
menjelaskan kinerja masa lalu, tapi umumnya memberikan sedikit wawasan tentang
kinerja di masa depan karena konsistensi untuk menjaga kinerja out performance terhadap indexnya adalah
hal yang sulit.
Penelitian ini didasarkan pada pengembangan teori portofolio
modern (Markowitz, 1952) untuk menilai kinerja suatu aset investasi berdasarkan
return dan risiko yang melekat pada
aset investasi tersebut. Peneliti mencoba untuk menganalisis pengaruh secara
parsial maupun simultan antara keunggulan strategi Cost Averaging dalam menurunkan risiko, serta kemampuan strategi Halloween Effect dan Rating dalam menghasilkan return terhadap kinerja reksadana
syariah di pasar modal Indonesia. Adapun pengukuran kinerjanya mengunakan
kombinasi index Sharpe (1963),
Treynor (1961), dan Jensen (1968) yang ketiga-tiganya merupakan metode untuk
menilai risiko dan return dalam suatu
portofolio.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan data kuantitatif sekunder dari
bursa efek di Indonesia yang dianalisis menggunakan teknik statistik
Inferensial, yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel, dan
hasilnya akan digeneralisasikan untuk populasi di mana sampel diambil. Hipotesis
yang diajukan merupakan hipotesis pengaruh, yaitu dugaan adanya hubungan antar
variabel dalam populasi melalui data hubungan variabel dalam sampel, sehingga
metode pengujian hipotesisnya menggunakan analisis korelasi untuk mengetahui
arah dan kuatnya hubungan pada sampel (Sugiyono, 1997). Lokasi penelitian dilakukan
di Bursa Efek Indonesia, dengan periode pengukuran kinerja reksadana syariah
antara tahun 2015 hingga 2017. Pemilihan periode tersebut karena kondisi pasar
keuangan di Indonesia terdapat masa tren menurun pada tahun 2015, dan
selebihnya merupakan tren meningkat, sehingga hasil penelitian menjadi lebih
representatif di berbagai kondisi bursa di Indonesia.
Objek penelitian menurut Suharsini (2009: 15) merupakan
variabel yang menjadi inti problematika penelitian. Adapun objek dalam
penelitian ini ialah Kinerja reksadana syariah sebagai variabel terikatnya
(variabel Y), yang dipengaruhi oleh strategi investasi yang dilakukan oleh
investor sebagai variabel bebasnya. Adapun strategi investasi tersebut meliputi
strategi pengalokasian dana investasi secara Cost Averaging (X1), Strategi
penentuan waktu berinvestasi saat Halloween
Effect (X2) yaitu investasi di bulan November hingga April, serta Strategi
pemilihan produk reksadana syariah berdasarkan Rating (X3).
Data diperoleh dari lembaga resmi yaitu Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) dan Bank Indonesia, serta
lembaga riset dan media yang berkompeten di bidang investasi yaitu Infovesta,
Kontan, dan Google Finance. Data-data tersebut dikumpulkan melalui teknik
dokumentansi dengan mengunduh dari laman masing-masing lembaga tersebut. Adapun
data sekunder dan sumber yang digunakan dalam penelitian ini ialah sebagai
berikut :
a. Nilai Aktiva Bersih
(NAB) Reksadana Syariah harian diunduh dari laman pusatdata.kontan.co.id
b. Tingkat suku bunga
Surat Perbendaharaan Negara (SPN) bulanan sebagai proksi suku bunga bebas
risiko diperoleh dari laman bi.go.id
c. Nilai Indeks Syariah
Saham Indonesia (ISSI) sebagai Benchmark dan
proksi pasar syariah Indonesia diunduh
dari laman Google Finance
d. Penilaian Rating Reksadana
Syariah diperoleh dari lembaga riset Infovesta dan diunduh dari laman infovesta.com
Populasi penelitian berupa reksadana syariah yang resmi
terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sampai dengan 31 Desember 2017.
Sampel reksadana syariah sebanyak 23 produk diambil menggunakan purposive sampling dengan
kriteria-kriteria sebagai berikut:
a.
Reksadana Syariah masih
aktif sampai dengan 31 Desember 2017.
b.
Usia reksadana syariah
minimal 5 tahun per 31 Desember 2017.
c. Unit reksadana bisa dan
telah terukur rating yang dilakukan oleh Infovesta sebagai salah satu lembaga
riset investasi di Indonesia.
Tabel 1.
Kriteria Pengambilan Sampel Penelitian
Jenis Reksadana Syariah
|
Qty
|
Usia
Lebih dari 5 Thn
|
Terukur
Rating
|
Campuran
|
23
|
11
|
9
|
Efek Luar Negeri
|
9
|
-
|
-
|
ETF – Saham
|
2
|
-
|
-
|
Indeks
|
5
|
1
|
-
|
Pasar Uang
|
26
|
-
|
-
|
Pendapatan Tetap
|
26
|
7
|
7
|
Saham
|
46
|
11
|
7
|
Sukuk
|
10
|
-
|
-
|
Terproteksi
|
34
|
13
|
-
|
Grand Total
|
181
|
43
|
23
|
Sumber: Otoritas Jasa
Keuangan (diolah)
Kinerja reksadana syariah
merupakan perhitungan antara imbal hasil dan risiko yang diukur melalui
indeks Sharpe, Treynor, dan Jensen dalam periode 1 tahun.
Imbal Hasil Reksadana, terdiri dari capital gain/loss dan deviden (yield),
yang mana capital gain/loss merupakan
selisih dari harga investasi sekarang dengan harga perolehan di periode
sebelumnya (Samsul, 2006:370).
Risiko reksadana,
merupakan varian atas imbal hasil reksadana dalam suatu
periode tertentu. Risiko reksadana dihitung menggunakan rumus standar deviasi
Risiko Sistematis (Beta
Reksadana), merupakan perbandingan covarian imbal hasil reksadana dan
imbal hasil pasar syariah dengan risiko berupa varian dari pasar syariah. Imbal Hasil Pasar
Syariah, merupakan selisih dari harga indeks saham syariah Indonesia
sekarang dengan harga periode sebelumnya.
Imbal Hasil Bebas
Risiko, merupakan tingkat
suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia yaitu Suku Bunga Bank Indonesia dan BI-7 Day Repo Rate untuk periode di atas bulan Agustus 2016.
Indeks Sharpe, merupakan penilaian kinerja reksadana dengan membagi selisih
antara rata-rata return reksa dan rata-rata return aktiva bebas risiko dengan
standar deviasi reksadana tersebut.
Indeks Treynor (Reward to Volatility Ratio), merupakan penilaian kinerja reksadana dihitung dengan
membagi antara selisih return
reksadana dan risk free dengan beta.
Indeks Jansen, merupakan penilaian kinerja reksadana dengan menyelisihkan
antara tingkat imbal hasil aktual dan tingkat imbal hasil yang diharapkan.
Hasil perhitungan menggunakan rumus di atas akan bernilai
positif atau negatif, agar dapat diolah lebih lanjut maka nilai positif akan
dikonversi menjadi angka 1 dan negatif menjadi angka -1, kemudian 3 indeks
tersebut dijumlahkan, sehingga akan menghasilkan skala ordinal sebagai berikut
:
-
Bila total nilai adalah
– 3 maka kinerja reksadana tersebut sangat buruk
-
Bila total nilai adalah
– 1 maka kinerja reksadana tersebut buruk
-
Bila total nilai adalah
1 maka kinerja reksadana tersebut baik
-
Bila total nilai adalah
3 maka kinerja reksadana tersebut sangat baik
Strategi Cost Averaging, merujuk pada pendapat Price (2007) bahwa strategi Cost Averaging merupakan strategi membangun kekayaan
melalui investasi reksadana dengan uang dalam jumlah yang tetap dan konsisten
dilakukan secara berkala setiap awal bulan. Oleh karena itu, strategi ini dapat
didefinisikan secara operasional sebagai pengalokasian dana investasi secara
bertahap di awal bulan dalam jumlah yang tetap dan konsisten dalam 1 periode
pengamatan (1 Tahun). Skala pengukurannya menggunakan variable dummy angka 1, sedangkan 0 untuk
investasi dengan metode Lump Sump yang
merupakan kebalikan dari strategi Cost
Averaging.
Strategi Halloween Effect, didefinisikan sebagai investasi reksadana syariah pada periode
bulan November hingga April yang dilakukan di setiap awal bulan, serta tidak
melakukan investasi apapun selama periode bulan Mei hingga Oktober. Skala
pengukurannya menggunakan variabel dummy
1 (satu) , sedangkan investasi yang dilakukan pada bulan Mei hingga Oktober
sebagai lawan dari strategi Halloween
Effect diberikan angka 0 (nol).
Strategi Rating, merupakan strategi pemilihan produk reksadana syariah
berdasarkan penilaian Rating yang dipublikasikan secara berkala oleh lembaga
riset Infovesta. Dikutip dari lamannya infovesta.com
bahwa publikasi perubahan rating dilakukan setiap periode 3 tahunan. Hasil skoring rating reksadana dinyatakan
dalam bentuk bintang yang ditentukan berdasarkan pengelompokan secara
distribusi normal terhadap hasil evaluasi reksadana dari level yang tertinggi
bintang 5 (Sangat Tinggi) hingga terendah bintang 1 (Sangat Rendah).
Analisis data korelasinya menggunakan statistik non parametrik
dengan bantuan software SPSS untuk
menguji data nominal dari variabel Cost
Averaging dan Halloween Effect,
serta data ordinal berupa variabel Rating. Langkah-langkah analisis data yang
dilakukan dengan mengumpulkan data berupa Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana
periode 1 Januari 2015 hingga 31 Desember 2017. Strategi Cost Averaging (CA) diberi angka 1 sebagai variabel dummy sedangkan strategi Lump-Sump sebagai lawan (CA) diberi
angka 0. Variabel Halloween Effect
diberi angka 1 untuk bulan November hingga April dan angka 0 untuk bulan Mei
hingga Oktober. Variabel penilaian Rating berkisar dari angka 1 hingga 5 menunjukkan
kinerja reksadana di masa lalu, di mana semakin kecil angkanya menunjukkan
semakin rendah kinerjanya, dan berlaku sebaliknya.
Kinerja reksadana syariah dihitung berdasarkan Return dan Risiko tahunan yang
dipengaruhi oleh strategi Cost Averaging, Halloween Effect, dan Rating, kemudian
dianalisis secara bertahap dengan menggunakan analisis statistik deskriptif
terlebih dahulu, kemudian dilakukan uji stasioner. Selanjutnya dilakukan uji
asumsi klasik berupa uji normalitas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi
uji multikolinearitas dan uji linieritas. Analisis data menggunakan regresi linier
sederhana untuk menguji pengaruh secara parsial masing-masing variabel bebas
terhadap variabel terikatnya, dan regresi berganda untuk pengujian pengaruh
secara simultan. Namun sebelum melakukan analisis regresi, terlebih dahulu
dilakukan transformasi data ordinal ke interval menggunakan Method of Successive Interval (MSI) pada
variabel Rating (X3) dan Kinerja Reksadana (Y).
Penarikan kesimpulan
dilakukan melalui 3 pengujian, yaitu yang pertama Uji Signifikansi Variabel
Bebas (Uji t) untuk melihat signifikansi pengaruh individual dari
variabel-variabel bebas dalam model terhadap variabel dependen.
Ho : βi = 0
H1 : βi ≠ 0
Nilai beta menunjukkan slope
variabel bebas, di mana beta sama dengan nol maka variabel bebas tidak memiliki
hubungan signifikan dengan variabel terikat. Kriteria penerimaan Ho adalah
sebagai berikut:
a. Berdasarkan
perbandingan t-statistik dengan t-tabel dengan derajat bebas n-2, di mana n
adalah banyaknya jumlah pengamatan serta tingkat signifikansi yang dipakai,
bila t statistik > t tabel maka Ho ditolak, dan sebaliknya.
b. Berdasarkan
probabilitas, jika probabilitas (p-value)
> 0,05, maka Ho diterima, sedangkan jika probabilitas (p-value) < 0,05, maka Ho
ditolak
Uji Signifikansi Model
(Uji F), berguna untuk menguji apakah koefisien regresi signifikan (berbeda
nyata). Koefisien regresi yang signifikan adalah koefisien regresi yang secara
statistik tidak sama dengan nol. Kriteria penerimaan H0 ialah
sebagai berikut ;
a.
Berdasarkan
perbandingan F-statistik dengan F-tabel
-
Bila F statistik > F
α;(k,n-k-1) maka Ho ditolak
-
Bila F statistik < F
α;(k,n-k-1) maka Ho diterima
b.
Berdasarkan
probabilitas
-
Jika probabilitas
(p-value) > 0,05, maka Ho diterima
-
Jika probabilitas
(p-value) < 0,05, maka Ho ditolak
Uji F pada analisis
Anova menunjukkan bila nilai F hitung tidak signifikan maka rata-rata variabel
dependen (Kinerja) adalah identik sehingga Hipotesis dalam penelitian ini
ditolak.
Uji R Square dan Adjusted R Square, disebut juga koefisien determinasi berguna untuk
mengetahui berapa besar proporsi variasi dependen yang dijelaskan oleh
variabel-variabel independen secara bersama-sama. Nilai ini menunjukkan
seberapa dekat garis regresi yang kita estimasi dengan data yang sesungguhnya.
Nilai R2 berkisar antara 0 < R2 <1. Semakin besar
nilai R2 (mendekati 100%) semakin baik model regresi tersebut,
demikian pula sebaliknya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kinerja reksadana syariah
merupakan pencapaian imbal hasil dan risiko yang diukur melalui indeks Sharpe,
Treynor, dan Jensen dalam periode 1 tahun, dalam penelitian ini terdiri dari 4
kategori yaitu:
a.
sangat buruk dengan kode angka 1
b.
buruk dengan kode angka 2
c.
baik dengan kode angka 3
d.
sangat baik dengan kode angka 4
Tabel 3.
Deskripsi Variabel Kinerja Reksadana
Kategori
|
2015
|
2016
|
2017
|
Total
|
Persentase
|
|||
F
|
%
|
F
|
%
|
F
|
%
|
|||
1
|
78
|
28,26
|
0
|
0,00
|
33
|
11,96
|
111
|
40,22
|
2
|
9
|
3,26
|
0
|
0,00
|
3
|
1,09
|
12
|
4,35
|
3
|
2
|
0,72
|
47
|
17,03
|
30
|
10,87
|
79
|
28,62
|
4
|
10
|
3,62
|
35
|
12,68
|
29
|
10,51
|
74
|
26,81
|
Jumlah
|
99
|
35,87
|
82
|
29,71
|
95
|
34,42
|
276
|
100,00
|
Sumber: Data sekunder, diolah
2018
Kinerja reksadana syariah dari tahun 2015 hingga 2017 sangat fluktuatif. Kinerja
reksadana syariah yang paling banyak masuk dalam kategori 1 yaitu sangat buruk ialah
sebanyak 111 (40,22%) dari 276 sampel. Penyumbang terbesarnya berasal dari
kinerja reksadana di tahun 2015 yang mencapai 78 sampel (28,26%). Sedangkan kinerja reksadana syariah yang terbaik adalah
pada periode tahun 2016, karena pada tahun tersebut tidak ditemukan adanya
kinerja yang masuk dalam kategori sangat buruk atau buruk, namun pada tahun
berikutnya, yaitu pada tahun 2017 terjadi penurunan kinerja, di mana terdapat
33 (11,96%) sampel yang memiliki kinerja reksadana sangat buruk.
Penerapan strategi Cost Averaging dalam penelitian ini menggunakan variabel dummy dengan kode angka 1 untuk strategi
Cost Averaging dan kode angka 0 bila
menggunakan strategi Lump Sump.
Tabel 4.
Deskripsi Variabel Strategi Cost Averaging
Strategi
|
2015
|
2016
|
2017
|
Total
|
Persentase
|
|||
F
|
%
|
F
|
%
|
F
|
%
|
|||
1
|
46
|
16,67
|
46
|
16,67
|
46
|
16,67
|
138
|
50,00
|
0
|
46
|
16,67
|
46
|
16,67
|
46
|
16,67
|
138
|
50,00
|
Jumlah
|
92
|
33,33
|
92
|
33,33
|
92
|
33,33
|
276
|
100,00
|
Sumber: Data sekunder, diolah
2018
Selama periode penelitian dari tahun 2015 hingga 2017 reksadana syariah
yang menggunakan strategi Cost Averaging
dan yang menggunakan strategi Lump Sump
adalah sama, yaitu masing-masing sebanyak 50%.
Penerapan strategi
Halloween Effect dalam penelitian ini
mengunakan variabel dummy dengan kode
angka 1 bila investasi reksadana dilakukan pada bulan November hingga April,
dan kode angka 0 bila tidak menggunakan
strategi Halloween Effect.
Tabel 5.
Deskripsi Variabel Strategi Halloween Effect
Strategi
|
2015
|
2016
|
2017
|
Total
|
Persentase
|
|||
F
|
%
|
F
|
%
|
F
|
%
|
|||
1
|
46
|
16,67
|
46
|
16,67
|
46
|
16,67
|
138
|
50,00
|
0
|
46
|
16,67
|
46
|
16,67
|
46
|
16,67
|
138
|
50,00
|
Jumlah
|
92
|
33,33
|
92
|
33,33
|
92
|
33,33
|
276
|
100,00
|
Sumber: Data sekunder, diolah
2018
Selama periode penelitian dari tahun 2015 hingga 2017 reksadana syariah
yang menggunakan strategi Halloween
Effect dan yang tidak menggunakan strategi tersebut adalah sama, yaitu masing-masing sebanyak 50%.
Strategi rating
merupakan strategi pemilihan produk reksadana syariah berdasarkan penilaian
Rating yang dipublikasikan secara berkala oleh lembaga riset infovesta.
Tabel 6.
Deskripsi Variabel Rating
Kategori
|
2015
|
2016
|
2017
|
Total
|
Persentase
|
|||
F
|
%
|
F
|
%
|
F
|
%
|
|||
1
|
4
|
1,45
|
4
|
1,45
|
4
|
1,45
|
12
|
4,35
|
2
|
16
|
5,80
|
16
|
5,80
|
16
|
5,80
|
48
|
17,39
|
3
|
44
|
15,94
|
44
|
15,94
|
44
|
15,94
|
132
|
47,83
|
4
|
24
|
8,70
|
24
|
8,70
|
24
|
8,70
|
72
|
26,09
|
5
|
4
|
1,45
|
4
|
1,45
|
4
|
1,45
|
12
|
4,35
|
Jumlah
|
92
|
33,33
|
92
|
33,33
|
92
|
33,33
|
276
|
100,00
|
Sumber: Data sekunder, diolah
2018
Pengunaan strategi rating pada reksadana syariah selama periode penelitian
dari tahun 2015 hingga 2017 sangat bervariasi, namun setiap tahunnya jumlah
reksadana syariah yang memperoleh bintang 1, 2, 3, 4, dan 5 adalah sama. Tahun
2015 jumlah reksadana syariah yang memperoleh rating bintang 1 atau sangat
rendah adalah sebanyak 4 sampel (1,45%), demikian pula pada tahun 2016 dan
tahun 2017. Dan seterusnya hingga perolehan rating 5 atau sangat tinggi, pada
tahun 2015, 2016 dan tahun 2017 juga sama banyaknya yaitu 4 sampel (1,45%).
Analisis regresi pertama adalah untuk mengetahui pengaruh variabel strategi Cost Averaging terhadap kinerja reksadana menggunakan analisis regresi sederhana. Pengujian
normalitas data dilakukan dengan membandingkan statistik Jarque-Bera
(JB) dengan X2 tabel (Suliyanto: 2011). Berdasarkan hasil analisis
data, diperoleh nilai Jarque-Bera sebesar 21,888, sedang X2 tabel
dengan df 1 adalah 124,342 sehingga nilai JB lebih kecil dari X2
tabel, maka disimpulkan bahwa residual terstandarisasi menyebar secara normal. Uji
autokorelasi dalam penelitian ini mengunakan uji Run Test. Hasil uji menunjukkan nilai asymp sig sebesar 0, 083. Nilai asymp
sig 2 tailed run test adalah
lebih besar dari 0,05 maka dikatakan bebas autokorelasi. Pengujian linieritas
untuk mengetahui model yang dibuktikan merupakan model linier atau tidak (Hair et al., 2010). Hasil uji linearitas
diperoleh nilai F hitung adalah
1286,111. Kemudian nilai F hitung tersebut dibandingkan dengan nilai F tabel (α; m; n-k = 0,05; 1; 274) = 3,89.
Dari hasil perbandingan tersebut diperoleh nilai F hitung > F tabel (1286,111> 3,89), sehingga dapat dikatakan bahwa
model regresi adalah linear. Pengujian Heteroskedasitisitas untuk
mengetahui apakah variabel pengganggu (e1) dalam persamaan regresi mempunyai
varians yang sama atau tidak mengunakan metode park gleyser.
Tabel 7.
Hasil Uji Heteroskedasitisitas Regresi Pertama
Variabel
|
t hitung
|
Α
|
Keterangan
|
cost averaging
|
1,426
|
0,155
|
tidak heteroskedasitisitas
|
Sumber: Data sekunder yang diolah,
2018
Nilai t
hitung variabel cost averaging
sebesar 1,426 lebih kecil dari ttabel
(1,96) dan nilai probabilitas 0,155 menunjukkan nilai signifikansi
lebih besar dari a (0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa
variabel cost averaging dinyatakan
terbebas dari asumsi heteroskedastisitas.
Tabel 8.
Rangkuman Hasil Uji Regresi Sederhana
X1 ke Y
Koefisien
|
Beta
|
T
|
α
|
(Constant)
|
1,641
|
22,672
|
0,000
|
cost averaging
|
0,493
|
4,820
|
0,000
|
N
= 276
F
= 23,228 Probabilitas: 0,000
R
= 0,280, R Square
= 0,078, Adjusted R Square
= 0,075
|
Sumber: data primer diolah, 2018
Nilai R Square sebesar 0,078 menunjukkan kinerja reksadana dipengaruhi oleh strategi cost averaging sebesar 7,8%. Nilai R sebesar 0,280 menunjukkan bahwa hubungan antara cost averaging dengan kinerja reksadana adalah lemah. Nilai Fhitung sebesar 23,228 lebih besar
dari pada Ftabel (3,89), maka dapat dikatakan bahwa variabel cost averaging mampu menjadi prediktor kinerja reksadana. Nilai signifikansi 0,000 <
α 0,05 yang berarti signifikan, maka dapat diartikan bahwa Cost Averaging berpengaruh secara linear terhadap kinerja reksadana syariah.
Analisis regresi sederhana kedua
dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel
strategi Halloween Effect
terhadap kinerja reksadana. Nilai Jarque-Bera sebesar 27,444, sedang X2
tabel dengan df 1 adalah 124,342, sehingga JB lebih kecil dari X2
tabel maka dapat disimpulkan bahwa residual terstandarisasi menyebar secara
normal. Nilai asymp sig sebesar 0,083
lebih besar dari 0,05 maka dikatakan bahwa variable bebas autokorelasi. Hasil
uji linearitas diperoleh nilai F hitung adalah 1361,111 lebih besar dari pada F tabel
(1361,111> 3,89),
sehingga dapat dikatakan bahwa model regresi adalah linear.
Tabel 9.
Hasil Uji Heteroskedasitisitas Regresi Kedua
Variabel
|
t hitung
|
Α
|
Keterangan
|
halloween effect
|
-1,426
|
0,155
|
tidak heteroskedasitisitas
|
Sumber: Data sekunder yang diolah,
2018
Hasil uji
heteroskedasitisitas dengan metode park
gleyser menunjukan bahwa nilai t hitung variabel Halloween Effect sebesar -1,426 dengan nilai probabilitas 0,155,
sehingga lebih besar dari a (0,05) dan nilai thitung lebih
kecil dari ttabel (1,96), maka dapat disimpulkan bahwa variabel Halloween Effect dinyatakan terbebas
dari asumsi heteroskedastisitas.
Tabel 10.
Rangkuman Hasil Uji Regresi Sederhana
X2 ke Y
Koefisien
|
Beta
|
T
|
Α
|
(Constant)
|
1,768
|
23,675
|
0,000
|
halloween effect
|
0,238
|
2,258
|
0,025
|
N =
276
F =
5,027
Probabilitas: 0,029
R =
0,135, R Square =
0,018, Adjusted R Square
= 0,015
|
Sumber: data sekunder diolah, 2018
Pengaruh Halloween Effect
terhadap variabel kinerja reksadana yang ditunjukkan dengan nilai R Square sebesar 0,018 pada tabel 10, dan Nilai R
sebesar 0,135 mengindikasikan bahwa hubungan antara Halloween
Effect dengan kinerja reksadana adalah lemah. Nilai
Fhitung sebesar 5,027 lebih besar dari Ftabel (3,89),
sehingga dapat dikatakan bahwa variabel Halloween
Effect mampu menjadi prediktor
kinerja reksadana. Nilai signifikansi 0,029 < α 0,05 berarti Halloween
Effect berpengaruh secara linear
terhadap kinerja reksadana syariah.
Analisis regresi sederhana ketiga dilakukan untuk mengetahui
pengaruh variabel strategi rating terhadap kinerja reksadana
syariah. Nilai
Jarque-Bera sebesar 29,392 lebih kecil dari X2 tabel dengan df 1
adalah 124,342, maka dapat disimpulkan bawa residual terstandarisasi menyebar
secara normal. Nilai
asymp sig sebesar 0, 079 lebih besar dari 0,05 sehingga dikatakan bahwa
variabel bebas autokorelasi. Hasil uji linearitas menunjukan nilai F hitung
adalah 579,487 adalah lebih besar dibandingkan dengan nilai Ftabel (α; m; n-k = 0,05; 1; 274) = 3,89 sehingga model regresi adalah linear.
Tabel 11.
Hasil Uji Heteroskedasitisitas Regresi Ketiga
Variabel
|
t hitung
|
Α
|
Keterangan
|
strategi rating
|
-0,563
|
0,574
|
tidak heteroskedasitisitas
|
Sumber: Data sekunder yang diolah,
2018
Nilai t
hitung variabel strategi rating pada
tabel 10 sebesar -0,563 lebih kecil dari ttabel (1,96), dan nilai
probabilitas 0,574 lebih besar dari a (0,05) sehingga disimpulkan bahwa variabel strategi rating dinyatakan terbebas dari
asumsi heteroskedastisitas.
Tabel 12.
Rangkuman
Hasil Uji Regresi Sederhana X3 ke Y
Koefisien
|
Beta
|
T
|
Α
|
(Constant)
|
2,085
|
11,340
|
0,000
|
strategi rating
|
-,064
|
-1,127
|
0,261
|
N = 276
F =
1,269
Probabilitas: 0,261
R =
0,068, R Square =
0,005, Adjusted R Square
= 0,001
|
Sumber: data sekunder diolah, 2018
Nilai R Square sebesar
0,005 menunjukan bahwa kinerja reksadana yang dipengaruhi oleh strategi rating
ialah sebesar 0,5%, dan nilai R
sebesar 0,068 menandakan bahwa hubungan antara strategi rating dengan kinerja reksadana adalah sangat lemah. Nilai Fhitung sebesar 1,269 lebih kecil dari pada Ftabel
(3,89), dan Nilai signifikansi 0,261 > α 0,05 sehingga dapat disimpulkan
bahwa strategi rating tidak berpengaruh
secara linear terhadap kinerja tahunan reksadana syariah.
Analisis
regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh secara simultan variabel
strategi Cost Averaging, Halloween Effect
dan Rating terhadap kinerja tahunan
pada reksadana syariah. Uji
normalitas mengunkaan metode analisis grafik Normal Probability Plot (Normal P-Plot). Normalitas
dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dalam
grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya. Dasar pengambilan
keputusannya ialah;
a)
Jika data
menyebar di antara garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, atau
grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi
memenuhi asumsi normalitas.
b)
Jika data
menyebar jauh dari garis diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis diagonal,
atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model
tidak memenuhi asumsi normalitas.
Data pada
gambar 2 menyebar di antara garis diagonal dan mengikuti arah garis grafik
histogramnya sehingga model regresi ini memenuhi asumsi normalitas. Nilai asymp sig 2 tailed run test 0, 287 lebih besar dari 0,05 sehingga dikatakan
bebas autokorelasi. Hasil uji linearitas diperoleh nilai F hitung 795,587 > F tabel
(795,587 > 2,65) maka
model regresi adalah linear.
Tabel 13.
Hasil Uji Multikolinieritas
Persamaan 1 Sub 1
Variabel
|
Tolerance
|
VIF
|
Keterangan
|
Cost Averaging
|
1,000
|
1,000
|
tidak multikolinieritas
|
Halloween Effect
|
1,000
|
1,000
|
tidak multikolinieritas
|
Rating
|
1,000
|
1,000
|
tidak multikolinieritas
|
Sumber: Data sekunder yang
diolah, 2018
Semua variabel bebas (independent) memiliki nilai Tolerance 1
> 0,1 yang berarti tidak ada korelasi antara variabel independen.
Perhitungan nilai Variance Inflation
Factor (VIF) menunjukkan bahwa semua variabel bebas memiliki nilai VIF
kurang dari 10, sehingga dapat disimpulkan bahwa di antara variabel bebas tidak
terjadi masalah multikolinieritas.
Tabel 14.
Hasil Uji Heteroskedasitisitas Berganda
Variabel
|
t hitung
|
Α
|
Keterangan
|
Cost Averaging
|
-1,647
|
0,101
|
tidak heteroskedasitisitas
|
Halloween Effect
|
-1,157
|
0,248
|
tidak heteroskedasitisitas
|
Rating
|
0,964
|
0,336
|
tidak heteroskedasitisitas
|
Sumber: Data sekunder yang
diolah, 2018
Nilai t
hitung variabel Cost Averaging
sebesar -1,647 dengan nilai probabilitas 0,101, variabel Halloween Effect sebesar -1,157 dengan nilai probabilitas 0,248,
variabel Rating sebesar 0,964 dengan
nilai probabilitas 0,336. Nilai-nilai t hitung menunjukkan nilai yang lebih
kecil dari t tabel sebesar 1,96, dan nilai probabilitas menunjukkan lebih besar
dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa semua variabel bebas dinyatakan terbebas dari asumsi
heteroskedastisitas.
Tabel 15.
Rangkuman Hasil Uji Regresi Berganda
Koefisien
|
Beta
|
T
|
Α
|
(Constant)
|
1,720
|
9,075
|
0,000
|
Cost Averaging
|
0,493
|
4,863
|
0,000
|
Halloween Effect
|
0,238
|
2,351
|
0,019
|
Rating
|
-0,064
|
-1,181
|
0,239
|
N
= 276
F
= 10,188 Probabilitas: 0,000
R
= 0,318, R Square
= 0,101, Adjusted R Square
= 0,091
|
Sumber: data sekunder diolah, 2018
Regresi berganda menggunakan bantuan program SPSS, pengaruh
strategi Cost Averaging, Halloween Effect, dan Rating terhadap variabel kinerja tahunan
reksadana syariah ditunjukkan
dengan nilai R Square sebesar
0,101 yang berarti hanya 10,10%, sedangkan sisanya sebesar 89,90% dipengaruhi
oleh variabel lain yang tidak diteliti. Nilai R sebesar 0,318 menandakan bahwa
hubungan antara strategi Cost Averaging,
Halloween Effect, dan Rating dengan variabel kinerja tahunan
reksadana syariah adalah
lemah. Nilai Adjusted R Square sebesar
0,091 menunjukan bahwa 9,10% variasi perubahan kinerja tahunan reksadana
syariah dapat dijelaskan oleh variasi perubahan variabel strategi
Cost Averaging, Halloween
Effect, dan Rating. Nilai Fhitung sebesar 10,188 lebih besar
dari pada Ftabel (3,04), maka dapat dikatakan bahwa variabel strategi
Cost Averaging, Halloween
Effect, dan Rating mampu menjadi prediktor variabel kinerja
tahunan reksadana syariah,
sedangkan nilai signifikansinya 0,000
< α 0,05 yang berarti signifikan. Dengan demikian maka disimpulkan
bahwa strategi Cost Averaging, Halloween Effect, dan penilaian Rating
secara simultan berpengaruh positif
terhadap kinerja reksadana syariah.
Variabel kinerja dalam penelitian ini diukur
menggunakan 3 indeks yang mengombinasikan antara return dan risiko dalam berinvestasi di reksadana syariah, di mana
metode index Sharpe menekankan pada
resiko total (deviasi standar), sementara Treynor menganggap fluktuasi pasar
sangat berperan dalam mempengaruhi imbal hasil (return), sedangkan Jensen sendiri menekankan pada alpha yaitu selisih antara rata-rata
imbal hasil yang diperoleh dengan imbal hasil yang seharusnya (Expected Return). Oleh karena itu,
penekanan kinerja terbaik suatu reksadana dalam penelitian ini bukanlah didasarkan
pada besarnya nilai yang dihasilkan oleh perhitungan masing-masing indeks,
melainkan pada nilai positif atau negatif yang dihasilkan oleh ketiga indeks
tersebut. Nilai positif menunjukkan bahwa reksadana syariah berkinerja baik
karena rata-rata return yang
diperoleh melebihi rata-rata return aktiva
bebas risiko, maupun rata-rata return pasar
dan risiko pasarnya (beta portofolio).
Penelitian terdahulu menyebutkan bahwa
strategi Cost Averaging dapat
menurunkan risiko investasi (Rowe: 2007), sedangkan strategi Halloween Effect (Bouman: 2002)
dinyatakan mampu memberikan imbal hasil terbaik di sejumlah negara termasuk di
Indonesia, dan strategi Rating di mana reksadana dengan rating yang tinggi umumnya
akan menghasilkan kinerja dimasa depan yang lebih baik dibandingkan dengan
reksadana yang memiliki rating rendah (Philip dan Kinniry: 2010). Maka penelitian
kali ini secara simultan menunjukan adanya kesesuaian dengan
peneliti-penelitian tersebut.
Secara
parsial strategi Cost Averaging (CA) berpengaruh
secara positif dan signifikan terhadap kinerja reksadana syariah, hal ini
disebabkan pada saat market sedang
turun di tahun 2015 maka penggunaan strategi Cost Averaging akan berpeluang memberikan kinerja positif sebesar
81%, sedangkan metode Lump sump (LS)
hanya 19%. Sebaliknya perbandingan kinerja negatif strategi CA 46%, sedangkan
strategi LS ialah 54%. Pada saat market
bullish di tahun 2016, tidak ada produk reksadana yang menunjukan kinerja
negatif bila menggunakan strategi CA, sedangkan kinerja negatif sebanyak 20% masih ditemui bila menggunakan strategi
LS. Pada kondisi pasar stabil, strategi CA akan menghasilkan 72% produk
reksadana berkinerja positif, sedangkan strategi LS hanya 28%. Oleh karena itu,
hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian-penelitian terdahulu yang
diantaranya strategi Cost Averaging
mampu memberikan pelunakan risiko investasi (Buchdad et al., 2008). Bahkan
strategi CA mampu mengurangi probabilitas risiko kerugian dari 90% menjadi
kurang dari 50% untuk Investasi saham dalam jangka waktu 5 tahun, dan perkiraan
waktu untuk menangung kemungkinan rugi dapat berkurang dari 1,5 tahun menjadi 4
bulan bila dibandingkan mengunakan strategi Lump
Sump (Trainor, 2005).
Strategi Halloween
Effect secara parsial berpengaruh positif terhadap kinerja reksadana syariah. Hasil ini
dapat berarti bahwa Halloween Effect merupakan faktor yang dapat
menentukkan tinggi - rendah atau naik -
turunnya kinerja reksadana syariah. Bila investasi yang dilakukan saat Halloween Effect tinggi atau naik, maka kinerja reksadana syariah yang diperoleh juga
akan tinggi atau naik. Pengunaan strategi Halloween
Effect pada saat market sedang turun (tahun 2015) akan menghasilkan
reksadana syariah berkinerja positif sebesar 26%, sedangkan selebihnya
berkinerja negative. Pada saat pasar sedang naik (tahun 2016) maka persentase
kinerja positifnya meningkat menjadi 61%, dan saat pasar sedang normal maka
persentasenya meningkat lagi menjadi 91%. Hasil penelitian ini mendukung
kesimpulan yang dibuat oleh Bouman and Jacobsen’s (2002) bahwa rata-rata return saham pada periode bulan
November-April lebih tinggi dibandingkan periode Mei-Oktober dalam tahun yang
sama.
Strategi Rating
dalam penelitian ini secara parsial menunjukan bahwa rating bukan merupakan
faktor yang dapat menentukan tinggi -
rendah atau naik - turunnya kinerja reksadana syariah. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Rose (2015) yang menjelaskan bahwa sistem Rating tidak
memiliki unsur prediksi terhadap kinerja reksadana di masa mendatang, namun
hanya mencerminkan hasil evaluasi terhadap kinerja di masa lalu, sehingga tidak
ada jaminan bahwa kinerja yang bagus dimasa lalu akan kembali terjadi di masa
depan. Senada dengan hasil studi Blake dan Morey
(2000) bahwa hanya sedikit sekali reksadana dengan Rating yang tinggi mampu
memperoleh return di atas rata-rata
indeksnya.
KESIMPULAN
Strategi investasi yang dilakukan oleh Investor
di bursa efek Indonesia yang meliputi alokasi dana secara Cost Averaging, pemilihan waktu saat Halloween Effect, dan pemilihan produk berdasarkan Rating dari
lembaga riset Infovesta secara simultan mampu memberikan pengaruh yang positif
dan signifikan terhadap kinerja reksadana syariah. Sedangkan bila pemilihan
strategi dilakukan secara parsial, maka investor dapat memanfaatkan strategi Cost Averaging atau Halloween Effect yang terbukti dalam penelitian ini mampu
memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja reksadana syariah. Adapun
strategi Rating pada reksadana syariah juga dapat memberikan pengaruh yang
positif ketika strategi tersebut dikombinasikan dengan strategi investasi
lainnya.
Penilaian kinerja investasi pada reksadana
syariah dalam penelitian ini lebih menekankan pada perolehan kinerja yang
positif berdasarkan perhitungan mengunakan model risk adjustment dari kombinasi index Sharpe, Treynor, dan Jansens,
sedangkan sebahagian investor lainnya dimungkinkan ada yang mengharapkan
kesimpulan mengenai seberapa besar tingkat kinerja yang bisa diperoleh
reksadana syariah melalui berbagai strategi yang bisa dilakukan oleh investor.
Disamping itu, periode investasi dalam penelitian ini hanya mencakup penilaian
kinerja selama 1 tahun kalender, sedangkan investasi pada reksadana syariah
bisa dilakukan untuk jangka waktu lebih dari 1 tahun. Pemilihan produk
investasi berdasarkan rating ternyata secara parsial tidak memberikan kinerja
yang positif pada reksadana syariah, sehingga penelitian selanjutnya dapat
menambahkan variabel lainnya sebagai referensi untuk memilih produk investasi.
Andradel,Sandro C.,
Chhaochharia,Vidhi., and Fuerst,E Michael. (2012). Sell in May and Go Away Just Won’t Go Away. USA: Department of Finance, University of Miami.
http://ssrn.com/abstract=2115197
Arikunto,
Suharsimi. (2009). Manajemen Penelitian.
Jakarta: PT RINEKA CIPTA.
Blake , Christopher R., dan
Morey, Matthew R. (2000). Morningstar
Ratings and Mutual Fund Performance. Journal of Financial and Quantitative
Analysis, Vol.35, pp. 451–83.
Bodie,
Zvi, Alex Kane, and Alan J. Markus. (2008). Investment,
8th ed. Singapore:McGraw-Hill.
Bouman and Jacobsen.
(2002). The Halloween Indicator, “Sell in
May and Go Away”: Another Puzzle.The American Economic Review.Vol. 92 No. 5.
Buchdadi, Agung D,.
Mardiyati, Umi., dan Susanti, Santi. (2008).
Analisis Strategi Investasi Lump Sum Dan Cost Averaging Pada Reksadana Saham
Selama Tahun 2002 – 2005 Di Indonesia. National Conference on Management
Research.ISBN: 979-442-242-8.
Hartono, Jogiyanto. (2013).
Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi
ke-7. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Hair et al. (2010). Multivariate Data Analysis. Seventh
Edition. Pearson Prentice Hall
Hendrayana, Wawan. (2016). Windows Dressing Reksadana Saham 2016. https://www.infovesta.com/index/article/articleread;jsessionid=E394A89F6FE4A306F95EAC29043A5FF8.NGXB/28be62c8-5762-4f66-9aca-8e0cf9903ba9
diakses tgl 26 Mar 17 13:40.
Jensen, Michael C. (1968). The Performance Of Mutual Funds In The
Period 1945-1964. Journal of Finance, Vol. 23, No. 2 (1967) 389-416.
Harvard Business School.
Markowitz,
H. M. (1952). Portfolio Selection.
Journal of finance, Volume 7.
Muller, Sebastian., dan
Weber, Martin. (2012). Evaluating the
Rating of Stiftung Warentest: How Good Are Mutual Fund Ratings and Can They Be
Improved?. European Financial Management, Vol. 00, No. 0 , 2012, 1–29.
Blackwell Publishing Ltd.
OJK, Otoritas
Jasa Keuangan. (2015). Roadmap Pasar
Modal Syariah 2015-2019. Jakarta.
Philip CFA, and Kinniry,
Jr. (2010). Mutual Fund Ratings and
Future Performance. Vanguard Research.
Price, Rowe T. (2007). Dollar Cost Averaging. Insights. Vol.1 :
213. 100 East Pratt St. Baltimore.
Rudiyanto. (2015). Sukses Finansial dengan Reksadana. Edisi
4. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Samsul,
Mohamad. (2006). Pasar Modal dan
Manajemen Portofolio. Jakarta: Erlangga.
Sharpe,
William F. (1963). A Simplified Model for
Portfolio Analysis. Management Science, Vol. 9, No. 2 (Jan., 1963), pp.
277-293.
Shtekhman, Anatoly CFA.,
Tasopoulos, Christos., and Wimmer, Brian CFA.
(2012). Cost Averaging just means
Taking Risk Later. Vanguard Research.
Suliyanto. (2011). Ekonometrika Terapan: Teori dan Aplikasi
dengan SPSS. Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Sugiyono. (1997). Statistika untuk Penelitian. Cetakan 2.
Bandung: CV.Alfabeta.
Tandelilin,
Eduardus. (2001). Analisis Investasi dan
Manajemen Portofolio. Edisi 1. Cetakan ke-1. Yogyakarta: BPFE.
Trainor
Jr, William J. (2005). Within-horizon
exposure to loss for dollar cost averaging and lump sum investin.
Department of Finance, Financial Services Review 14 (2005) 319–330. USA:
Western Kentucky University.
Treynor,
Jack. (1961). Toward a Theory Of Market
Value Risky Asset. makalah tidak diterbitkan, Arthur D.Little, Cambridge,
MA.