Senin, 31 Desember 2018

Strategi Sederhana Berinvestasi di Reksadana Syariah


PENDAHULUAN
Berinvestasi di pasar modal syariah merupakan salah satu kegiatan muamalah yang sangat dianjurkan sebagai upaya untuk mencapai tujuan keuangan di masa depan karena harta akan diinvestasikan pada sektor riil agar menjadi lebih produktif, dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah sehingga memberikan ketenangan dan keyakinan atas transaksi yang halal. Data yang dirilis oleh OJK menunjukan bahwa pada penghujung tahun 2016 market share produk syariah masih di bawah 5 % dari total aset keuangan nasional, sedangkan jumlah efek saham syariah telah mencapai 55% terhadap total saham di bursa efek Indonesia. Reksadana syariah merupakan salah satu produk investasi yang selama 7 tahun terakhir telah berkembang pesat dengan jumlah variasi produk di tahun 2010 sebanyak 48, telah bertambah menjadi 181 per 31 Desember 2017. Nilai Aktiva Bersihnya (NAB) meningkat 442% menjadi Rp 28.311,77 Miliar, namun market share-nya secara nasional masih relatif rendah yaitu 6,19%. Meskipun demikian pengembangan industri keuangan syariah memiliki potensi besar, mengingat Indonesia merupakan negara dengan populasi muslim terbesar di dunia.
Investor pada reksadana syariah memiliki setidaknya 3 keputusan penting yang dapat menjadi strategi agar imbal hasil yang diperoleh lebih optimal, meskipun investasinya dimulai dengan modal yang relatif kecil Rp 250.000, dan pengelolaan portofolionya telah dilakukan secara profesional oleh Manager Investasi. Strategi yang pertama ialah cara pengalokasian dana investasi, Buchdadi et al. (2008) menyimpulkan dalam hasil penelitiannya bahwa strategi alokasi dana secara Cost Averaging (CA) memberikan pelunakan risiko investasi dan memberikan hasil yang optimal pada investasi jangka panjang, sedangkan untuk investasi 1 tahun strategi CA baik dilakukan pada bulan Mei sampai September. Selanjutnya investor harus menentukan waktu yang tepat (market timming) untuk berinvestasi di pasar modal syariah. Bouman dan Jacobsen’s (2002) membandingkan rata-rata imbal hasil bulanan saham di 37 negara, dan hasilnya menunjukkan bahwa rata-rata imbal hasil pada musim dingin (Winter) di periode bulan November-April lebih tinggi dibandingkan periode Mei-Oktober (Summer) pada tahun yang sama, strategi investasi tersebut kemudian dinamakan dengan Halloween Effect.
Reksadana syariah di penghujung tahun 2017 telah bertambah jumlahnya menjadi 181 produk dengan berbagai jenis karakter risiko dan imbal hasilnya masing-masing. Semakin banyak jumlah reksadana syariah maka akan semakin sulit menentukan pilihan produknya. Hal ini disebabkan tidak semua investor memiliki ketrampilan yang memadai untuk menganalisis kinerja suatu reksadana. Oleh karena itu mereka dapat memanfaatkan hasil analisis penilaian kinerja berupa Rating dari lembaga riset Infovesta sebagai strategi untuk memilih produk reksadana syariah. Muller dan Weber (2012) meneliti kemampuan meramal pemberian rating mengunakan metodologi Stiftung Warentest, dan menyimpulkan bahwa 1) Terdapat korelasi positif yang signifikan antara tingkat rating dengan kinerja reksadana di masa depan pada pasar modal Jerman, 2) Kemampuan prediksi dari rating tersebut tidak berlaku di semua pasar, mereka tidak menemukan kemampuan prediksi rating pada pasar modal Amerika Utara. 3) Rating yang tinggi akan memberikan kinerja reksadana yang berkisar di antara Indexnya, namun tidak secara signifikan melebihi kinerja index tersebut.

TELAAH LITERATUR
Penelitian tersebut menguji adanya anomali musiman yang terjadi pada efficient market hypothesis (EMH). Fenomena anomali di pasar saham Indonesia juga dapat dilihat pada grafik 1 Infovesta Equity Fund Index di bawah ini yang merupakan rata-rata dari kinerja seluruh reksadana saham periode tahun 2005–2015.

Bulan November umumnya rata-rata reksadana saham cenderung melemah, dan di bulan Desember kembali meningkat dengan probabilitas mencapai 100% artinya rata-rata reksadana saham selalu menunjukkan imbal hasil positif baik dalam kondisi market bullish ataupun bearish, dengan rata-rata imbal hasil mecapai 3.48%. Adanya kecenderungan kenaikan imbal hasil investasi saham pada periode bulan November hingga April ini disebut dengan istilah Halloween Effect.
Studi pengunaan rating morningstar untuk memprediksi kinerja reksadana menyimpulkan bahwa rating yang rendah secara umum menunjukan kinerja yang kurang di masa depan, di sisi lain data statistik menunjukan bahwa hanya sedikit sekali reksadana dengan rating yang tinggi memberikan kinerja terbaik maupun di atas rata-rata indexnya (Blake & Morey, 2000). Hasil ini diperkuat oleh penelitian Philip dan Kinniry (2010), mereka menyimpulkan bahwa sistem rating sangat bagus untuk menjelaskan kinerja masa lalu, tapi umumnya memberikan sedikit wawasan tentang kinerja di masa depan karena konsistensi untuk menjaga kinerja out performance terhadap indexnya adalah hal yang sulit.
Penelitian ini didasarkan pada pengembangan teori portofolio modern (Markowitz, 1952) untuk menilai kinerja suatu aset investasi berdasarkan return dan risiko yang melekat pada aset investasi tersebut. Peneliti mencoba untuk menganalisis pengaruh secara parsial maupun simultan antara keunggulan strategi Cost Averaging dalam menurunkan risiko, serta kemampuan strategi Halloween Effect dan Rating dalam menghasilkan return terhadap kinerja reksadana syariah di pasar modal Indonesia. Adapun pengukuran kinerjanya mengunakan kombinasi index Sharpe (1963), Treynor (1961), dan Jensen (1968) yang ketiga-tiganya merupakan metode untuk menilai risiko dan return dalam suatu portofolio.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan data kuantitatif sekunder dari bursa efek di Indonesia yang dianalisis menggunakan teknik statistik Inferensial, yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel, dan hasilnya akan digeneralisasikan untuk populasi di mana sampel diambil. Hipotesis yang diajukan merupakan hipotesis pengaruh, yaitu dugaan adanya hubungan antar variabel dalam populasi melalui data hubungan variabel dalam sampel, sehingga metode pengujian hipotesisnya menggunakan analisis korelasi untuk mengetahui arah dan kuatnya hubungan pada sampel (Sugiyono, 1997). Lokasi penelitian dilakukan di Bursa Efek Indonesia, dengan periode pengukuran kinerja reksadana syariah antara tahun 2015 hingga 2017. Pemilihan periode tersebut karena kondisi pasar keuangan di Indonesia terdapat masa tren menurun pada tahun 2015, dan selebihnya merupakan tren meningkat, sehingga hasil penelitian menjadi lebih representatif di berbagai kondisi bursa di Indonesia.
Objek penelitian menurut Suharsini (2009: 15) merupakan variabel yang menjadi inti problematika penelitian. Adapun objek dalam penelitian ini ialah Kinerja reksadana syariah sebagai variabel terikatnya (variabel Y), yang dipengaruhi oleh strategi investasi yang dilakukan oleh investor sebagai variabel bebasnya. Adapun strategi investasi tersebut meliputi strategi pengalokasian dana investasi secara Cost Averaging (X1), Strategi penentuan waktu berinvestasi saat Halloween Effect (X2) yaitu investasi di bulan November hingga April, serta Strategi pemilihan produk reksadana syariah berdasarkan Rating (X3).
Data diperoleh dari lembaga resmi yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia, serta lembaga riset dan media yang berkompeten di bidang investasi yaitu Infovesta, Kontan, dan Google Finance. Data-data tersebut dikumpulkan melalui teknik dokumentansi dengan mengunduh dari laman masing-masing lembaga tersebut. Adapun data sekunder dan sumber yang digunakan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut :
a.   Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana Syariah harian diunduh dari laman pusatdata.kontan.co.id
b.        Tingkat suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) bulanan sebagai proksi suku bunga bebas risiko diperoleh dari laman bi.go.id
c.              Nilai Indeks Syariah Saham Indonesia (ISSI) sebagai Benchmark dan proksi pasar syariah Indonesia diunduh dari laman Google Finance
d.            Penilaian Rating Reksadana Syariah diperoleh dari lembaga riset Infovesta dan diunduh dari laman infovesta.com
Populasi penelitian berupa reksadana syariah yang resmi terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sampai dengan 31 Desember 2017. Sampel reksadana syariah sebanyak 23 produk diambil menggunakan purposive sampling dengan kriteria-kriteria sebagai berikut:
a.                   Reksadana Syariah masih aktif sampai dengan 31 Desember 2017.
b.                  Usia reksadana syariah minimal 5 tahun per 31 Desember 2017.
c.                 Unit reksadana bisa dan telah terukur rating yang dilakukan oleh Infovesta sebagai salah satu lembaga riset investasi di Indonesia.
Tabel 1.
Kriteria Pengambilan Sampel Penelitian
Jenis Reksadana Syariah
Qty
Usia Lebih dari 5 Thn
Terukur Rating
Campuran
23
11
9
Efek Luar Negeri
9
-
-
ETF – Saham
2
-
-
Indeks
5
1
-
Pasar Uang
26
-
-
Pendapatan Tetap
26
7
7
Saham
46
11
7
Sukuk
10
-
-
Terproteksi
34
13
-
Grand Total
181
43
23
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (diolah)
Kinerja reksadana syariah merupakan perhitungan antara imbal hasil dan risiko yang diukur melalui indeks Sharpe, Treynor, dan Jensen dalam periode 1 tahun.
Imbal Hasil Reksadana, terdiri dari capital gain/loss dan deviden (yield), yang mana capital gain/loss merupakan selisih dari harga investasi sekarang dengan harga perolehan di periode sebelumnya (Samsul, 2006:370).
Risiko reksadana, merupakan varian atas imbal hasil reksadana dalam suatu periode tertentu. Risiko reksadana dihitung menggunakan rumus standar deviasi
Risiko Sistematis (Beta Reksadana), merupakan perbandingan covarian imbal hasil reksadana dan imbal hasil pasar syariah dengan risiko berupa varian dari pasar syariah. Imbal Hasil Pasar Syariah, merupakan selisih dari harga indeks saham syariah Indonesia sekarang dengan harga periode sebelumnya. 
Imbal Hasil Bebas Risiko, merupakan tingkat suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) yang diterbitkan oleh Bank Indonesia yaitu Suku Bunga Bank Indonesia dan BI-7 Day Repo Rate untuk periode di atas bulan Agustus 2016. 
Indeks Sharpe, merupakan penilaian kinerja reksadana dengan membagi selisih antara rata-rata return reksa dan rata-rata return aktiva bebas risiko dengan standar deviasi reksadana tersebut.
Indeks Treynor (Reward to Volatility Ratio), merupakan penilaian kinerja reksadana dihitung dengan membagi antara selisih return reksadana dan risk free dengan beta. 
Indeks Jansen, merupakan penilaian kinerja reksadana dengan menyelisihkan antara tingkat imbal hasil aktual dan tingkat imbal hasil yang diharapkan. 
Hasil perhitungan menggunakan rumus di atas akan bernilai positif atau negatif, agar dapat diolah lebih lanjut maka nilai positif akan dikonversi menjadi angka 1 dan negatif menjadi angka -1, kemudian 3 indeks tersebut dijumlahkan, sehingga akan menghasilkan skala ordinal sebagai berikut :
-                      Bila total nilai adalah – 3 maka kinerja reksadana tersebut sangat buruk
-                      Bila total nilai adalah – 1 maka kinerja reksadana tersebut buruk
-                      Bila total nilai adalah 1 maka kinerja reksadana tersebut baik
-                      Bila total nilai adalah 3 maka kinerja reksadana tersebut sangat baik
Strategi Cost Averaging, merujuk pada pendapat Price (2007) bahwa strategi Cost Averaging merupakan strategi membangun kekayaan melalui investasi reksadana dengan uang dalam jumlah yang tetap dan konsisten dilakukan secara berkala setiap awal bulan. Oleh karena itu, strategi ini dapat didefinisikan secara operasional sebagai pengalokasian dana investasi secara bertahap di awal bulan dalam jumlah yang tetap dan konsisten dalam 1 periode pengamatan (1 Tahun). Skala pengukurannya menggunakan variable dummy angka 1, sedangkan 0 untuk investasi dengan metode Lump Sump yang merupakan kebalikan dari strategi Cost Averaging.
Strategi Halloween Effect, didefinisikan sebagai investasi reksadana syariah pada periode bulan November hingga April yang dilakukan di setiap awal bulan, serta tidak melakukan investasi apapun selama periode bulan Mei hingga Oktober. Skala pengukurannya menggunakan variabel dummy 1 (satu) , sedangkan investasi yang dilakukan pada bulan Mei hingga Oktober sebagai lawan dari strategi Halloween Effect diberikan angka 0 (nol).
Strategi Rating, merupakan strategi pemilihan produk reksadana syariah berdasarkan penilaian Rating yang dipublikasikan secara berkala oleh lembaga riset Infovesta. Dikutip dari lamannya infovesta.com bahwa publikasi perubahan rating dilakukan setiap periode 3 tahunan. Hasil skoring rating reksadana dinyatakan dalam bentuk bintang yang ditentukan berdasarkan pengelompokan secara distribusi normal terhadap hasil evaluasi reksadana dari level yang tertinggi bintang 5 (Sangat Tinggi) hingga terendah bintang 1 (Sangat Rendah).
Analisis data korelasinya menggunakan statistik non parametrik dengan bantuan software SPSS untuk menguji data nominal dari variabel Cost Averaging dan Halloween Effect, serta data ordinal berupa variabel Rating. Langkah-langkah analisis data yang dilakukan dengan mengumpulkan data berupa Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana periode 1 Januari 2015 hingga 31 Desember 2017. Strategi Cost Averaging (CA) diberi angka 1 sebagai variabel dummy sedangkan strategi Lump-Sump sebagai lawan (CA) diberi angka 0. Variabel Halloween Effect diberi angka 1 untuk bulan November hingga April dan angka 0 untuk bulan Mei hingga Oktober. Variabel penilaian Rating berkisar dari angka 1 hingga 5 menunjukkan kinerja reksadana di masa lalu, di mana semakin kecil angkanya menunjukkan semakin rendah kinerjanya, dan berlaku sebaliknya.
Kinerja reksadana syariah dihitung berdasarkan Return dan Risiko tahunan yang dipengaruhi oleh strategi Cost Averaging, Halloween Effect, dan Rating, kemudian dianalisis secara bertahap dengan menggunakan analisis statistik deskriptif terlebih dahulu, kemudian dilakukan uji stasioner. Selanjutnya dilakukan uji asumsi klasik berupa uji normalitas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi uji multikolinearitas dan uji linieritas. Analisis data menggunakan regresi linier sederhana untuk menguji pengaruh secara parsial masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikatnya, dan regresi berganda untuk pengujian pengaruh secara simultan. Namun sebelum melakukan analisis regresi, terlebih dahulu dilakukan transformasi data ordinal ke interval menggunakan Method of Successive Interval (MSI) pada variabel Rating (X3) dan Kinerja Reksadana (Y).
Penarikan kesimpulan dilakukan melalui 3 pengujian, yaitu yang pertama Uji Signifikansi Variabel Bebas (Uji t) untuk melihat signifikansi pengaruh individual dari variabel-variabel bebas dalam model terhadap variabel dependen.
Ho : βi = 0
H1 : βi ≠ 0
Nilai beta menunjukkan slope variabel bebas, di mana beta sama dengan nol maka variabel bebas tidak memiliki hubungan signifikan dengan variabel terikat. Kriteria penerimaan Ho adalah sebagai berikut:
a.            Berdasarkan perbandingan t-statistik dengan t-tabel dengan derajat bebas n-2, di mana n adalah banyaknya jumlah pengamatan serta tingkat signifikansi yang dipakai, bila t statistik > t tabel maka Ho ditolak, dan sebaliknya.
b.            Berdasarkan probabilitas, jika probabilitas (p-value) > 0,05, maka Ho diterima, sedangkan jika probabilitas (p-value) < 0,05, maka Ho ditolak

Uji Signifikansi Model (Uji F), berguna untuk menguji apakah koefisien regresi signifikan (berbeda nyata). Koefisien regresi yang signifikan adalah koefisien regresi yang secara statistik tidak sama dengan nol. Kriteria penerimaan H0 ialah sebagai berikut ;
a.                Berdasarkan perbandingan F-statistik dengan F-tabel
-                   Bila F statistik > F α;(k,n-k-1) maka Ho ditolak
-                   Bila F statistik < F α;(k,n-k-1) maka Ho diterima
b.               Berdasarkan probabilitas
-                   Jika probabilitas (p-value) > 0,05, maka Ho diterima
-                   Jika probabilitas (p-value) < 0,05, maka Ho ditolak
Uji F pada analisis Anova menunjukkan bila nilai F hitung tidak signifikan maka rata-rata variabel dependen (Kinerja) adalah identik sehingga Hipotesis dalam penelitian ini ditolak.
Uji R Square dan Adjusted R Square, disebut juga koefisien determinasi berguna untuk mengetahui berapa besar proporsi variasi dependen yang dijelaskan oleh variabel-variabel independen secara bersama-sama. Nilai ini menunjukkan seberapa dekat garis regresi yang kita estimasi dengan data yang sesungguhnya. Nilai R2 berkisar antara 0 < R2 <1. Semakin besar nilai R2 (mendekati 100%) semakin baik model regresi tersebut, demikian pula sebaliknya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kinerja reksadana syariah merupakan pencapaian imbal hasil dan risiko yang diukur melalui indeks Sharpe, Treynor, dan Jensen dalam periode 1 tahun, dalam penelitian ini terdiri dari 4 kategori yaitu:
a.                   sangat buruk dengan kode angka 1
b.                  buruk dengan kode angka 2
c.                   baik dengan kode angka 3
d.                  sangat baik dengan kode angka 4
Tabel 3.
Deskripsi Variabel Kinerja Reksadana
Kategori
2015
2016
2017
Total

Persentase
F
%
F
%
F
%

1
78
28,26
0
0,00
33
11,96
111
40,22
2
9
3,26
0
0,00
3
1,09
12
4,35
3
2
0,72
47
17,03
30
10,87
79
28,62
4
10
3,62
35
12,68
29
10,51
74
26,81
Jumlah
99
35,87
82
29,71
95
34,42
276
100,00
Sumber: Data sekunder, diolah 2018
Kinerja reksadana syariah dari tahun 2015 hingga 2017 sangat fluktuatif. Kinerja reksadana syariah yang paling banyak masuk dalam kategori 1 yaitu sangat buruk ialah sebanyak 111 (40,22%) dari 276 sampel. Penyumbang terbesarnya berasal dari kinerja reksadana di tahun 2015 yang mencapai 78 sampel (28,26%). Sedangkan kinerja reksadana syariah yang terbaik adalah pada periode tahun 2016, karena pada tahun tersebut tidak ditemukan adanya kinerja yang masuk dalam kategori sangat buruk atau buruk, namun pada tahun berikutnya, yaitu pada tahun 2017 terjadi penurunan kinerja, di mana terdapat 33 (11,96%) sampel yang memiliki kinerja reksadana sangat buruk.
Penerapan strategi Cost Averaging dalam penelitian ini menggunakan variabel dummy dengan kode angka 1 untuk strategi Cost Averaging dan kode angka 0 bila menggunakan strategi Lump Sump.
Tabel 4.
Deskripsi Variabel Strategi  Cost Averaging
Strategi
2015
2016
2017
Total

Persentase
F
%
F
%
F
%

1
46
16,67
46
16,67
46
16,67
138
50,00
0
46
16,67
46
16,67
46
16,67
138
50,00
Jumlah
92
33,33
92
33,33
92
33,33
276
100,00
Sumber: Data sekunder, diolah 2018
Selama periode penelitian dari tahun 2015 hingga 2017 reksadana syariah yang menggunakan strategi Cost Averaging dan yang menggunakan strategi Lump Sump adalah sama, yaitu masing-masing sebanyak 50%.
Penerapan strategi  Halloween Effect dalam penelitian ini mengunakan variabel dummy dengan kode angka 1 bila investasi reksadana dilakukan pada bulan November hingga April, dan  kode angka 0 bila tidak menggunakan strategi Halloween Effect.
Tabel 5.
Deskripsi Variabel Strategi  Halloween Effect
Strategi
2015
2016
2017
Total

Persentase
F
%
F
%
F
%

1
46
16,67
46
16,67
46
16,67
138
50,00
0
46
16,67
46
16,67
46
16,67
138
50,00
Jumlah
92
33,33
92
33,33
92
33,33
276
100,00
Sumber: Data sekunder, diolah 2018
Selama periode penelitian dari tahun 2015 hingga 2017 reksadana syariah yang menggunakan strategi Halloween Effect dan yang tidak menggunakan strategi tersebut adalah sama, yaitu masing-masing sebanyak 50%.  
Strategi rating merupakan strategi pemilihan produk reksadana syariah berdasarkan penilaian Rating yang dipublikasikan secara berkala oleh lembaga riset infovesta.


Tabel 6.
Deskripsi Variabel Rating
Kategori
2015
2016
2017
Total

Persentase
F
%
F
%
F
%

1
4
1,45
4
1,45
4
1,45
12
4,35
2
16
5,80
16
5,80
16
5,80
48
17,39
3
44
15,94
44
15,94
44
15,94
132
47,83
4
24
8,70
24
8,70
24
8,70
72
26,09
5
4
1,45
4
1,45
4
1,45
12
4,35
Jumlah
92
33,33
92
33,33
92
33,33
276
100,00
Sumber: Data sekunder, diolah 2018
Pengunaan strategi rating pada reksadana syariah selama periode penelitian dari tahun 2015 hingga 2017 sangat bervariasi, namun setiap tahunnya jumlah reksadana syariah yang memperoleh bintang 1, 2, 3, 4, dan 5 adalah sama. Tahun 2015 jumlah reksadana syariah yang memperoleh rating bintang 1 atau sangat rendah adalah sebanyak 4 sampel (1,45%), demikian pula pada tahun 2016 dan tahun 2017. Dan seterusnya hingga perolehan rating 5 atau sangat tinggi, pada tahun 2015, 2016 dan tahun 2017 juga sama banyaknya yaitu 4 sampel (1,45%).
Analisis regresi pertama adalah untuk mengetahui pengaruh variabel strategi Cost Averaging terhadap kinerja reksadana menggunakan analisis regresi sederhana. Pengujian normalitas data dilakukan dengan membandingkan statistik Jarque-Bera (JB) dengan X2 tabel (Suliyanto: 2011). Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh nilai Jarque-Bera sebesar 21,888, sedang X2 tabel dengan df 1 adalah 124,342 sehingga nilai JB lebih kecil dari X2 tabel, maka disimpulkan bahwa residual terstandarisasi menyebar secara normal. Uji autokorelasi dalam penelitian ini mengunakan uji Run Test. Hasil uji menunjukkan nilai asymp sig sebesar 0, 083. Nilai asymp sig 2 tailed run test adalah lebih besar dari 0,05 maka dikatakan bebas autokorelasi. Pengujian linieritas untuk mengetahui model yang dibuktikan merupakan model linier atau tidak (Hair et al., 2010). Hasil uji linearitas diperoleh  nilai F hitung adalah 1286,111. Kemudian nilai F hitung tersebut dibandingkan dengan nilai F tabel (α; m; n-k = 0,05; 1; 274) = 3,89. Dari hasil perbandingan tersebut diperoleh nilai F hitung > F tabel  (1286,111> 3,89), sehingga dapat dikatakan bahwa model regresi adalah linear. Pengujian Heteroskedasitisitas untuk mengetahui apakah variabel pengganggu (e1) dalam persamaan regresi mempunyai varians yang sama atau tidak mengunakan metode park gleyser.
Tabel 7.
Hasil Uji Heteroskedasitisitas Regresi Pertama

Variabel
t hitung
Α
Keterangan
cost averaging
1,426
0,155
tidak heteroskedasitisitas
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2018
Nilai t hitung variabel cost averaging sebesar 1,426 lebih kecil dari ttabel  (1,96) dan nilai probabilitas 0,155 menunjukkan nilai signifikansi lebih besar dari a (0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel cost averaging dinyatakan terbebas dari asumsi heteroskedastisitas.
Tabel 8.
Rangkuman Hasil Uji Regresi Sederhana X1 ke Y

Koefisien
Beta
T
α
(Constant)
1,641
22,672
0,000
cost averaging
0,493
4,820
0,000
N   =  276
F    =  23,228                        Probabilitas: 0,000
R    =   0,280,  R Square  =  0,078,  Adjusted R Square =  0,075
Sumber: data primer diolah, 2018
Nilai R Square sebesar 0,078 menunjukkan kinerja reksadana dipengaruhi oleh strategi cost averaging sebesar 7,8%. Nilai R sebesar 0,280 menunjukkan bahwa hubungan antara cost averaging dengan kinerja reksadana adalah lemah. Nilai Fhitung sebesar 23,228 lebih besar dari pada Ftabel (3,89), maka dapat dikatakan bahwa variabel cost averaging mampu menjadi prediktor kinerja reksadana. Nilai signifikansi 0,000 < α 0,05 yang berarti signifikan, maka dapat diartikan bahwa Cost Averaging berpengaruh secara linear terhadap kinerja reksadana syariah.
Analisis regresi sederhana kedua dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel strategi Halloween Effect terhadap kinerja reksadana. Nilai Jarque-Bera sebesar 27,444, sedang X2 tabel dengan df 1 adalah 124,342, sehingga JB lebih kecil dari X2 tabel maka dapat disimpulkan bahwa residual terstandarisasi menyebar secara normal. Nilai asymp sig sebesar 0,083 lebih besar dari 0,05 maka dikatakan bahwa variable bebas autokorelasi. Hasil uji linearitas diperoleh nilai F hitung adalah 1361,111 lebih besar dari pada F tabel  (1361,111> 3,89), sehingga dapat dikatakan bahwa model regresi adalah linear.
Tabel 9.
Hasil Uji Heteroskedasitisitas Regresi Kedua

Variabel
t hitung
Α
Keterangan
halloween effect
-1,426
0,155
tidak heteroskedasitisitas
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2018
Hasil uji heteroskedasitisitas dengan metode park gleyser menunjukan bahwa nilai t hitung variabel Halloween Effect sebesar -1,426 dengan nilai probabilitas 0,155, sehingga lebih besar dari a (0,05) dan nilai thitung lebih kecil dari ttabel (1,96), maka dapat disimpulkan bahwa variabel Halloween Effect dinyatakan terbebas dari asumsi heteroskedastisitas.


Tabel 10.
Rangkuman Hasil Uji Regresi Sederhana X2 ke Y

Koefisien
Beta
T
Α
(Constant)
1,768
23,675
0,000
halloween effect
0,238
2,258
0,025
N   =  276
F    =  5,027                        Probabilitas: 0,029
R    =   0,135,  R Square  =  0,018,  Adjusted R Square =  0,015
Sumber: data sekunder diolah, 2018
Pengaruh Halloween Effect terhadap variabel kinerja reksadana yang ditunjukkan dengan nilai R Square sebesar 0,018 pada tabel 10, dan Nilai R sebesar 0,135 mengindikasikan bahwa hubungan antara Halloween Effect dengan kinerja reksadana adalah lemah. Nilai Fhitung sebesar 5,027 lebih besar dari Ftabel (3,89), sehingga dapat dikatakan bahwa variabel Halloween Effect mampu menjadi prediktor kinerja reksadana. Nilai signifikansi 0,029 < α 0,05 berarti Halloween Effect berpengaruh secara linear terhadap kinerja reksadana syariah.
Analisis regresi sederhana ketiga dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel strategi rating terhadap kinerja reksadana syariah. Nilai Jarque-Bera sebesar 29,392 lebih kecil dari X2 tabel dengan df 1 adalah 124,342, maka dapat disimpulkan bawa residual terstandarisasi menyebar secara normal. Nilai asymp sig sebesar 0, 079 lebih besar dari 0,05 sehingga dikatakan bahwa variabel bebas autokorelasi. Hasil uji linearitas menunjukan nilai F hitung adalah 579,487 adalah lebih besar dibandingkan dengan nilai Ftabel (α; m; n-k = 0,05; 1; 274) = 3,89 sehingga model regresi adalah linear.





Tabel 11.
Hasil Uji Heteroskedasitisitas Regresi Ketiga

Variabel
t hitung
Α
Keterangan
strategi rating
-0,563
0,574
tidak heteroskedasitisitas
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2018
Nilai t hitung variabel strategi rating pada tabel 10 sebesar -0,563 lebih kecil dari ttabel (1,96), dan nilai probabilitas 0,574 lebih besar dari a (0,05) sehingga disimpulkan bahwa variabel strategi rating dinyatakan terbebas dari asumsi heteroskedastisitas.
Tabel 12.
Rangkuman Hasil Uji Regresi Sederhana X3 ke Y

Koefisien
Beta
T
Α
(Constant)
2,085
11,340
0,000
strategi rating
-,064
-1,127
0,261
N   =  276
F    =  1,269                        Probabilitas: 0,261
R    =   0,068,  R Square  =  0,005,  Adjusted R Square =  0,001
Sumber: data sekunder diolah, 2018
Nilai R Square sebesar 0,005 menunjukan bahwa kinerja reksadana yang dipengaruhi oleh strategi rating ialah sebesar 0,5%, dan nilai R sebesar 0,068 menandakan bahwa hubungan antara strategi rating dengan kinerja reksadana adalah sangat lemah. Nilai Fhitung sebesar 1,269 lebih kecil dari pada Ftabel (3,89), dan Nilai signifikansi 0,261 > α 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa strategi rating tidak berpengaruh secara linear terhadap kinerja tahunan reksadana syariah.
Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh secara simultan variabel strategi Cost Averaging, Halloween Effect dan Rating terhadap kinerja tahunan pada reksadana syariah. Uji normalitas mengunkaan metode analisis grafik Normal Probability Plot (Normal P-Plot). Normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dalam grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya. Dasar pengambilan keputusannya ialah;
a)                  Jika data menyebar di antara garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
b)                 Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis diagonal, atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model tidak memenuhi asumsi normalitas.


Data pada gambar 2 menyebar di antara garis diagonal dan mengikuti arah garis grafik histogramnya sehingga model regresi ini memenuhi asumsi normalitas. Nilai asymp sig 2 tailed run test 0, 287 lebih besar dari 0,05 sehingga dikatakan bebas autokorelasi. Hasil uji linearitas diperoleh  nilai F hitung 795,587 > F tabel  (795,587 > 2,65) maka model regresi adalah linear.

Tabel 13.
Hasil Uji Multikolinieritas Persamaan 1 Sub 1

                Variabel
Tolerance
VIF
Keterangan
Cost Averaging
1,000
1,000
tidak multikolinieritas
Halloween Effect
1,000
1,000
tidak multikolinieritas
Rating
1,000
1,000
tidak multikolinieritas
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2018

Semua variabel bebas (independent) memiliki nilai Tolerance 1 > 0,1 yang berarti tidak ada korelasi antara variabel independen. Perhitungan nilai Variance Inflation Factor (VIF) menunjukkan bahwa semua variabel bebas memiliki nilai VIF kurang dari 10, sehingga dapat disimpulkan bahwa di antara variabel bebas tidak terjadi masalah multikolinieritas.
Tabel 14.
Hasil Uji Heteroskedasitisitas Berganda

Variabel
t hitung
Α
Keterangan
Cost Averaging
-1,647
0,101
tidak heteroskedasitisitas
Halloween Effect
-1,157
0,248
tidak heteroskedasitisitas
Rating
0,964
0,336
tidak heteroskedasitisitas
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2018
Nilai t hitung variabel Cost Averaging sebesar -1,647 dengan nilai probabilitas 0,101, variabel Halloween Effect sebesar -1,157 dengan nilai probabilitas 0,248, variabel Rating sebesar 0,964 dengan nilai probabilitas 0,336. Nilai-nilai t hitung menunjukkan nilai yang lebih kecil dari t tabel sebesar 1,96, dan nilai probabilitas menunjukkan lebih besar dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa semua variabel bebas dinyatakan terbebas dari asumsi heteroskedastisitas.

Tabel 15.
Rangkuman Hasil Uji Regresi Berganda

Koefisien
Beta
T
Α
(Constant)
1,720
9,075
0,000
Cost Averaging
0,493
4,863
0,000
Halloween Effect
0,238
2,351
0,019
Rating
-0,064
-1,181
0,239
N   =  276
F    =  10,188                       Probabilitas: 0,000
R    =   0,318,  R Square  =  0,101,  Adjusted R Square =  0,091
Sumber: data sekunder diolah, 2018
Regresi berganda menggunakan bantuan program SPSS, pengaruh strategi Cost Averaging, Halloween Effect, dan Rating terhadap variabel kinerja tahunan reksadana syariah ditunjukkan dengan nilai R Square sebesar 0,101 yang berarti hanya 10,10%, sedangkan sisanya sebesar 89,90% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti. Nilai R sebesar 0,318 menandakan bahwa hubungan antara strategi Cost Averaging, Halloween Effect, dan Rating dengan variabel kinerja tahunan reksadana syariah adalah lemah. Nilai Adjusted R Square sebesar 0,091 menunjukan bahwa 9,10% variasi perubahan kinerja tahunan reksadana syariah dapat dijelaskan oleh variasi perubahan variabel strategi Cost Averaging,  Halloween Effect, dan Rating. Nilai Fhitung sebesar 10,188 lebih besar dari pada Ftabel (3,04), maka dapat dikatakan bahwa variabel strategi Cost Averaging,  Halloween Effect, dan Rating mampu menjadi prediktor variabel kinerja tahunan reksadana syariah, sedangkan nilai signifikansinya 0,000 < α 0,05 yang berarti signifikan. Dengan demikian maka disimpulkan bahwa strategi Cost Averaging, Halloween Effect, dan penilaian Rating secara simultan berpengaruh positif terhadap kinerja reksadana syariah.
Variabel kinerja dalam penelitian ini diukur menggunakan 3 indeks yang mengombinasikan antara return dan risiko dalam berinvestasi di reksadana syariah, di mana metode index Sharpe menekankan pada resiko total (deviasi standar), sementara Treynor menganggap fluktuasi pasar sangat berperan dalam mempengaruhi imbal hasil (return), sedangkan Jensen sendiri menekankan pada alpha yaitu selisih antara rata-rata imbal hasil yang diperoleh dengan imbal hasil yang seharusnya (Expected Return). Oleh karena itu, penekanan kinerja terbaik suatu reksadana dalam penelitian ini bukanlah didasarkan pada besarnya nilai yang dihasilkan oleh perhitungan masing-masing indeks, melainkan pada nilai positif atau negatif yang dihasilkan oleh ketiga indeks tersebut. Nilai positif menunjukkan bahwa reksadana syariah berkinerja baik karena rata-rata return yang diperoleh melebihi rata-rata return aktiva bebas risiko, maupun rata-rata return pasar dan risiko pasarnya (beta portofolio).
Penelitian terdahulu menyebutkan bahwa strategi Cost Averaging dapat menurunkan risiko investasi (Rowe: 2007), sedangkan strategi Halloween Effect (Bouman: 2002) dinyatakan mampu memberikan imbal hasil terbaik di sejumlah negara termasuk di Indonesia, dan strategi Rating di mana reksadana dengan rating yang tinggi umumnya akan menghasilkan kinerja dimasa depan yang lebih baik dibandingkan dengan reksadana yang memiliki rating rendah (Philip dan Kinniry: 2010). Maka penelitian kali ini secara simultan menunjukan adanya kesesuaian dengan peneliti-penelitian tersebut.
Secara parsial strategi Cost Averaging (CA) berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja reksadana syariah, hal ini disebabkan pada saat market sedang turun di tahun 2015 maka penggunaan strategi Cost Averaging akan berpeluang memberikan kinerja positif sebesar 81%, sedangkan metode Lump sump (LS) hanya 19%. Sebaliknya perbandingan kinerja negatif strategi CA 46%, sedangkan strategi LS ialah 54%. Pada saat market bullish di tahun 2016, tidak ada produk reksadana yang menunjukan kinerja negatif bila menggunakan strategi CA, sedangkan kinerja negatif sebanyak  20% masih ditemui bila menggunakan strategi LS. Pada kondisi pasar stabil, strategi CA akan menghasilkan 72% produk reksadana berkinerja positif, sedangkan strategi LS hanya 28%. Oleh karena itu, hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian-penelitian terdahulu yang diantaranya strategi Cost Averaging mampu memberikan pelunakan risiko investasi (Buchdad et al., 2008). Bahkan strategi CA mampu mengurangi probabilitas risiko kerugian dari 90% menjadi kurang dari 50% untuk Investasi saham dalam jangka waktu 5 tahun, dan perkiraan waktu untuk menangung kemungkinan rugi dapat berkurang dari 1,5 tahun menjadi 4 bulan bila dibandingkan mengunakan strategi Lump Sump (Trainor, 2005).
Strategi Halloween Effect secara parsial berpengaruh positif terhadap kinerja reksadana syariah. Hasil ini dapat berarti bahwa Halloween Effect merupakan faktor yang dapat menentukkan tinggi -  rendah atau naik - turunnya kinerja reksadana syariah. Bila investasi yang dilakukan saat Halloween Effect tinggi atau naik, maka kinerja reksadana syariah yang diperoleh juga akan tinggi atau naik. Pengunaan strategi Halloween Effect pada saat market sedang turun (tahun 2015) akan menghasilkan reksadana syariah berkinerja positif sebesar 26%, sedangkan selebihnya berkinerja negative. Pada saat pasar sedang naik (tahun 2016) maka persentase kinerja positifnya meningkat menjadi 61%, dan saat pasar sedang normal maka persentasenya meningkat lagi menjadi 91%. Hasil penelitian ini mendukung kesimpulan yang dibuat oleh Bouman and Jacobsen’s (2002) bahwa rata-rata return saham pada periode bulan November-April lebih tinggi dibandingkan periode Mei-Oktober dalam tahun yang sama.
Strategi Rating dalam penelitian ini secara parsial menunjukan bahwa rating bukan merupakan faktor yang dapat menentukan tinggi -  rendah atau naik - turunnya kinerja reksadana syariah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rose (2015) yang menjelaskan bahwa sistem Rating tidak memiliki unsur prediksi terhadap kinerja reksadana di masa mendatang, namun hanya mencerminkan hasil evaluasi terhadap kinerja di masa lalu, sehingga tidak ada jaminan bahwa kinerja yang bagus dimasa lalu akan kembali terjadi di masa depan. Senada dengan hasil studi Blake dan Morey (2000) bahwa hanya sedikit sekali reksadana dengan Rating yang tinggi mampu memperoleh return di atas rata-rata indeksnya.
KESIMPULAN
Strategi investasi yang dilakukan oleh Investor di bursa efek Indonesia yang meliputi alokasi dana secara Cost Averaging, pemilihan waktu saat Halloween Effect, dan pemilihan produk berdasarkan Rating dari lembaga riset Infovesta secara simultan mampu memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja reksadana syariah. Sedangkan bila pemilihan strategi dilakukan secara parsial, maka investor dapat memanfaatkan strategi Cost Averaging atau Halloween Effect yang terbukti dalam penelitian ini mampu memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja reksadana syariah. Adapun strategi Rating pada reksadana syariah juga dapat memberikan pengaruh yang positif ketika strategi tersebut dikombinasikan dengan strategi investasi lainnya.
Penilaian kinerja investasi pada reksadana syariah dalam penelitian ini lebih menekankan pada perolehan kinerja yang positif berdasarkan perhitungan mengunakan model risk adjustment dari kombinasi index Sharpe, Treynor, dan Jansens, sedangkan sebahagian investor lainnya dimungkinkan ada yang mengharapkan kesimpulan mengenai seberapa besar tingkat kinerja yang bisa diperoleh reksadana syariah melalui berbagai strategi yang bisa dilakukan oleh investor. Disamping itu, periode investasi dalam penelitian ini hanya mencakup penilaian kinerja selama 1 tahun kalender, sedangkan investasi pada reksadana syariah bisa dilakukan untuk jangka waktu lebih dari 1 tahun. Pemilihan produk investasi berdasarkan rating ternyata secara parsial tidak memberikan kinerja yang positif pada reksadana syariah, sehingga penelitian selanjutnya dapat menambahkan variabel lainnya sebagai referensi untuk memilih produk investasi.

 REFERENSI
Andradel,Sandro C., Chhaochharia,Vidhi., and Fuerst,E Michael. (2012). Sell in May and Go Away Just Won’t Go Away. USA: Department of Finance, University of Miami. http://ssrn.com/abstract=2115197
Arikunto, Suharsimi. (2009). Manajemen Penelitian. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.
Blake , Christopher R., dan Morey, Matthew R. (2000). Morningstar Ratings and Mutual Fund Performance. Journal of Financial and Quantitative Analysis, Vol.35, pp. 451–83.
Bodie, Zvi, Alex Kane, and Alan J. Markus. (2008). Investment, 8th ed. Singapore:McGraw-Hill.
Bouman and Jacobsen. (2002). The Halloween Indicator, “Sell in May and Go Away”: Another Puzzle.The American Economic Review.Vol. 92 No. 5.
Buchdadi, Agung D,. Mardiyati, Umi., dan Susanti, Santi. (2008). Analisis Strategi Investasi Lump Sum Dan Cost Averaging Pada Reksadana Saham Selama Tahun 2002 – 2005 Di Indonesia. National Conference on Management Research.ISBN: 979-442-242-8.
Hartono, Jogiyanto. (2013). Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi ke-7. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Hair et al. (2010). Multivariate Data Analysis. Seventh Edition. Pearson Prentice Hall
Hendrayana, Wawan. (2016). Windows Dressing Reksadana Saham 2016. https://www.infovesta.com/index/article/articleread;jsessionid=E394A89F6FE4A306F95EAC29043A5FF8.NGXB/28be62c8-5762-4f66-9aca-8e0cf9903ba9 diakses tgl 26 Mar 17 13:40.
Jensen, Michael C. (1968). The Performance Of Mutual Funds In The Period 1945-1964. Journal of Finance, Vol. 23, No. 2 (1967) 389-416. Harvard Business School.
Markowitz, H. M. (1952). Portfolio Selection. Journal of finance, Volume 7.
Muller, Sebastian., dan Weber, Martin. (2012). Evaluating the Rating of Stiftung Warentest: How Good Are Mutual Fund Ratings and Can They Be Improved?. European Financial Management, Vol. 00, No. 0 , 2012, 1–29. Blackwell Publishing Ltd.
OJK,  Otoritas Jasa Keuangan. (2015). Roadmap Pasar Modal Syariah 2015-2019. Jakarta.
Philip CFA, and Kinniry, Jr. (2010). Mutual Fund Ratings and Future Performance. Vanguard Research.
Price, Rowe T. (2007). Dollar Cost Averaging. Insights. Vol.1 : 213. 100 East Pratt St. Baltimore.
Rudiyanto. (2015). Sukses Finansial dengan Reksadana. Edisi 4. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Samsul, Mohamad. (2006). Pasar Modal dan Manajemen Portofolio. Jakarta: Erlangga.
Sharpe, William F. (1963). A Simplified Model for Portfolio Analysis. Management Science, Vol. 9, No. 2 (Jan., 1963), pp. 277-293.
Shtekhman, Anatoly CFA., Tasopoulos, Christos., and Wimmer, Brian CFA. (2012). Cost Averaging just means Taking Risk Later. Vanguard Research.
Suliyanto. (2011). Ekonometrika Terapan: Teori dan Aplikasi dengan SPSS. Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Sugiyono. (1997). Statistika untuk Penelitian. Cetakan 2. Bandung: CV.Alfabeta.
Tandelilin, Eduardus. (2001). Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Edisi 1. Cetakan ke-1. Yogyakarta: BPFE.
Trainor Jr, William J. (2005). Within-horizon exposure to loss for dollar cost averaging and lump sum investin. Department of Finance, Financial Services Review 14 (2005) 319–330. USA: Western Kentucky University.
Treynor, Jack. (1961). Toward a Theory Of Market Value Risky Asset. makalah tidak diterbitkan, Arthur D.Little, Cambridge, MA.